Senin, 06 Februari 2017

Review Satu Setengah Tahun Riding New Sonic 150R

Tak terasa tanggal 6 Februari 2017. Ini adalah hari dimana satu setengah tahun yang lalu saya memilih Honda New Sonic 150R sebagai tunggangan. Jauh sebelum Honda meluncurkan New Sonic 150R, sejatinya merk Sonic sudah ada sejak tahun 2000-an. Kala itu, Sonic menjadi satu-satunya motor tipe ayam jago yang ada di Indonesia. Loh lah terus Satria kemana? Justru Satria baru muncul beberapa bulan sesudahnya. Kala itu, merk Satria masih meramaikan segmen bebek kopling 2 tak, bersaing dengan Yamaha yang memproduksi Fiz R. Lantas, Suzuki pun juga ikut meramaikan pasar motor ayam jago dan berhasil membuat Sonic kala itu terpuruk. Sampai sekarang, hanya Satria-lah yang berhasil merajai segmen motor ayam jago, mengalahkan pesaing barunya saat itu, Kawasaki Athlete.

Penampakan Sonic Lawas

Kembali ke New Sonic 150R, tak disangka Honda telah "membangkitkan" Sonic dari kuburnya. Lebih dari satu dasawarsa berlalu, tiba-tiba Honda kembali meluncurkan New Sonic 150R bersama dengan New CB150R. Terjadi evolusi cukup radikal yang dilakukan oleh Honda diantaranya merombak silinder mesin dari 125cc menjadi 150cc, SOHC menjadi DOHC, menggunakan Fuel Injection (PGM-FI), serta merubah bentuk body walaupun ciri khas ayam jago juga tak dirubah. Akibatnya, Suzuki juga ikut melakukan perombakan pada Satria agar gelar raja ayam jago tetap bertahan, salah satunya seperti ikut menggunakan sistem Fuel Injection.

New Sonic 150R - 2015

Satu setengah tahun menggunakan New Sonic 150R, tentu ada hal positif dan negatif yang telah saya rasakan. Berikut ini adalah pengalaman saya setelah satu setengah tahun menunggangi ayam jago ini:

Sisi Positif:
  • IRIT - Honda selalu identik dengan produk motor yang sangat irit. Yang saya rasakan, bahan bakar untuk si walang (nama panggilan kesayangan untuk Sonic saya) tidak terlalu menguras kantong. Kurang lebih sama iritnya dengan motor lawas saya, Supra-X 125.
  • KENCANG - Memang sudah terbukti bisa lari, kala itu saya pernah menggeber si walang dengan kecepatan maksimal yang berhasil menembus hingga 146 km/jam. Tentunya, tidak setiap hari saya menggeber dengan kecepatan seperti itu karena saya sendiri tipikal rider yang santai, slow but safe.
  • MINIM SERVIS - Saat menggunakan si walang, saya jarang sekali melakukan servis. Bukannya malas servis atau memang kurang peduli pada motor, tapi memang jangka waktu masa servis sangat longgar. Perawatan yang saya lakukan hanya mengganti oli. Mungkin karena mesin PGM-FI yang tidak membutuhkan perawatan berlebihan dibandingkan dengan motor yang masih menggunakan karburator.
  • NYAMAN TIDAK SAKIT DI PUNGGUNG - Dibandingkan dengan kompetitornya, Sonic lebih mengutamakan kenyamanan mengemudi. Hal itu disebabkan karena posisi setang dan jok cukup tinggi dan tidak memaksa pengendara untuk menopang berat badannya di lengan. Awalnya saya bimbang karena mengira akan sama seperti kompetitornya, menyiksa punggung, tapi ternyata cukup berbeda.

Penampakan Motor Saya

Sisi Negatif:
  • MAHAL - Tak dipungkiri, banyak konsumen yang mengeluhkan harganya termasuk saya. Saya mendapatkan Sonic dengan harga 21,5 juta. Sedikit lebih mahal dibandingkan dengan kompetitornya.
  • TIDAK KEBAL JALAN BERLUBANG - Ini yang saya rasakan ketika saya melewati jalan berlubang, sedikit sakit di tangan dan pantat. Mungkin karena Shock depan terlalu keras atau bagaimana, saya juga kurang tahu.
  • MENYIKSA PENUMPANG BELAKANG - Ini saya dapatkan dari pendapat mereka yang pernah saya bonceng ketika touring jarak jauh. Intinya adalah enak bagi saya, namun bagi mereka harus sering beristirahat dan tak bisa lama-lama di jalan. Mungkin efek dari Monoshock yang juga terlalu keras.
Demikian review saya terkait tentang si walang. Akan ada review penggunaan 2 tahun, 3 tahun, bahkan mungkin 5 tahun bila motornya masih belum saya jual, hehehehe.
Terima Kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar